Lompat ke isi utama

Berita

Bangun Pemilih Pemula yang Mandiri, Bawaslu Tekankan Pentingnya Kendali Emosi dan Pemahaman Diri

Bangun Pemilih Pemula yang Mandiri, Bawaslu Tekankan Pentingnya Kendali Emosi dan Pemahaman Diri

Purbalingga — Materi kedua dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu menghadirkan Kurniasih Dwi Purwanti, M.Psi., Psikolog, yang membawakan topik “Kenali Diri dan Keputusan Mandiri Pemilih Pemula.” Materi ini menjadi bagian penting dari upaya Bawaslu Purbalingga memperkuat literasi dan karakter politik generasi muda menjelang Pemilihan Kepala Desa 2026 dan Pemilu 2029.

Dalam paparannya, Kurniasih menjelaskan bahwa pemilih pemula berada pada fase perkembangan remaja yang ditandai perubahan fisik, mental, hingga sosial. Pada fase ini, individu cenderung emosional, mudah terpengaruh, impulsif, serta tengah mencari identitas diri. Oleh sebab itu, kemampuan mengelola emosi dan memahami diri menjadi fondasi dalam pengambilan keputusan politik yang sehat.
Ia menyampaikan bahwa kesehatan mental, menurut standar WHO, mencakup kesejahteraan fisik, sosial, spiritual, dan psikologis yang memungkinkan seseorang hidup produktif. Pemahaman diri juga diperkenalkan melalui konsep Johari Window, yang membantu remaja mengenali sisi diri yang terbuka, tersembunyi, buta, dan gelap.

Kurniasih turut menampilkan berbagai data mengenai keterlibatan pemilih pemula. Meskipun tingkat partisipasi mereka saat pencoblosan mencapai 87,2%, namun keterlibatan dalam diskusi, pendidikan politik, atau terlibat sebagai relawan masih rendah.

Dalam sesi eksplorasi karakter, peserta diajak mengenali tipe kepribadian yang digambarkan melalui ilustrasi hewan: koala (tenang), lumba-lumba (komunikatif dan lincah), serigala (analitis dan terstruktur), serta singa (penuh energi dan tegas). Setiap tipe memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat memengaruhi cara seseorang mengambil keputusan.

Kurniasih juga menekankan pentingnya mengenali emosi positif maupun negatif, serta teknik pengendalian emosi seperti journaling, memahami respons tubuh, hingga kemampuan mencari bantuan saat mengalami tekanan emosional.

Menurutnya, pengambilan keputusan politik pada remaja dipengaruhi berbagai faktor seperti emosi, teman sebaya, pencarian identitas, literasi media, nilai keluarga, dan tingkat kepercayaan terhadap institusi demokrasi. Oleh karena itu, remaja perlu membiasakan diri memeriksa informasi secara selektif, berdiskusi, serta memastikan kondisi emosi dalam keadaan stabil sebelum menentukan pilihan politik.

Dalam sesi tanya jawab, peserta menyoroti fenomena FOMO dalam perilaku memilih, kecemasan yang muncul pada malam hari, hingga tantangan guru dalam menghadapi keragaman karakter siswa. Narasumber menegaskan bahwa fenomena seperti FOMO tidak selalu negatif selama pemilih memahami konsekuensi pilihannya. Sementara kecemasan malam hari kerap dipicu minimnya dukungan emosional dan kualitas tidur yang buruk.

Mengakhiri sesi materi, Kurniasih mengajak peserta untuk terus mengasah pemahaman diri, kemampuan regulasi emosi, serta keterampilan komunikasi sebagai bekal dalam berpartisipasi dalam demokrasi. “Keputusan yang matang lahir dari pikiran yang jernih, hati yang tenang, dan pemahaman diri yang kuat,” ujarnya.

Penulis : Muhamad Purkon
Fotografer : Eko Darmawan Muji Saputro