REVITALISASI NILAI KEMANUSIAAN DALAM PEMILU
|
PURBALINGGA - Pelaksanaan Pemilihan Umum 2019 yang lalu tidak seperti sebelum-sebelumnya, yang diselenggarakan hanya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden saja, tetapi sekaligus untuk memilih legislatif dalam waktu yang bersamaan. Mengapa demikian ?
Keputusan pelaksanaan Pemilu serentak ini berawal dari permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Mahkamah Konstitusi pun menyetujui Pelaksanaan Pemilu serentak melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 bahwa pengadaan Pemilu Legislatif dan Presiden yang terpisah bertentangan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga tidak bisa dijadikan dasar penyelenggaraan Pemilu.
Setelah dikeluarkannya Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Penyelenggara teknis Pemilu harus menjalankan putusan tersebut sesuai dengan wewenangnya. Berbagai persiapan pun mulai terus dilakukan sebagai upaya untuk mensukseskan Pemilu serentak tersebut dan tidak disadari, bahwa pemilu serentak tahun 2019 ini menjadi pemilu yang terrumit di dunia.
Wakil presiden Jusuf Kalla, pada senin 2 Juni 2018 lalu mengatakan penyelenggara Pemilu serentak 2019 ini merupakan pemilihan umum yang paling rumit di dunia. Dalam satu kesempatan pemilu harus mencoblos lima kertas suara untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat , DPRD Tingkat 1, DPRD Tingkat 2, Dewan Perwakilan Daerah serta Presiden dan Wakil Presiden.
Baca Juga : Buletin Bawaslu
Dengan diadakannya Pemilu serentak tahun 2019 harapannya untuk menjalankan amanat yang terdapat didalam UUD 1945 dan juga kemungkinan untuk menghemat biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pesta rakyat ini. Seperti yang sebelum-sebelumnya terjadi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dilakukan dalam waktu yang berbeda sehingga pengeluaran negara pun cukup banyak yang digunakan. Akan terasa lebih ringan jika Pengeluaran negara untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dilakukan secara serentak. Barangkali alasan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan disetujuinya penyelenggaraan pemilihan umum 2019 secara serentak.
Pemilihan umum serentak tahun 2019 memang telah usai, namun masih menyisakan banyak kisah yang mendalam bagi para keluarga yang di tinggalkan anggota keluarganya yang gugur dalam menjalankan tugasnya menjadi penyelenggara teknis di tingkat paling rendah yaitu KPPS dan PTPS dalam Pemilu 2019 maupun di jajaran Bawaslu.
Tanggung jawab yang begitu berat dengan persiapan fisik dan mental yang belum memadai, dimungkinkan menjadi salah satu faktor pemicu banyaknya korban yang berjatuhan setelah Pemilu usai dilaksanakan.
Para penyelenggara teknis pemilu seperti KPPS dan PTPS yang bekerja hanya waktu pelaksanaan saja tentu memiliki pengetahuan yang belum begitu memadai dan belum sebanding dengan besarnya tanggungjawab yang diemban menjadi beban tersendiri bagi mereka.
Tak hanya itu ditambah lagi dengan deadline rekap penghitungan suara yang harus selesai secepatnya sangat menguras tenaga, serta pikiran. Maka tidak heran jika banyak penyelenggara tingkat paling bawah banyak yang berguguran dan banyak kelelahan.
Perlunya Penanaman Kembali Nilai Kemanusiaan dalam Pemilu
Nilai kemanusiaan menjadi hal yang penting dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang sosial, ekonomi, serta politik. Berbicara tentang politik tidak bisa dipisahkan dengan perpindahan kepemimpinan, dalam hal ini yang dimaksud adalah Pemilihan Umum. Pihak Penyelenggara Pemilihan Umum salah satunya Bawaslu mempunyai peranan dalam mensukseskan Pemilihan Umum, termasuk Tahun 2019. Tanggung jawab Pengawas Pemilihan Umum mulai dari tingkat nasional sampai tingkat terkecil yaitu TPS memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Namun kali ini kita membatasi pembahasan hanya jajaran pengawas dari tingkat kecamatan dan tingkat TPS.
Tugas, Wewenang dan kewajiban Pengawas Kecamatan Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum pasal 105 (tugas), Pasal 106 (wewenang), Pasal 107 (kewajiban) sedangkan untuk Pengawas TPS, Tugas, Wewenang dan kewajiban termakub dalam pasal 114 (tugas) , pasal 115 (wewenang), pasal 116 (kewajiban).
Tugasnya Pengawas Pemilu yang tak kalah berat dengan Penyelenggara teknis Pemilu (KPU) membutuhkan pengorbanan yang tidak kecil baik dari segi moril maupun materil. Tidak sedikit dari mereka yang kesehatannya terganggu selama menjalankan tugasnya, bahkan ada yang sampai gugur dalam memperjuangkan kesuksesan Pemilu. Kesehatan sebenarnya menjadi faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung kinerja pengawas dalam menunaikan tugasnya dan pengawas berhak mendapatkan jaminan kesehatan tersebut. Namun sayangnya para pengawas tidak mendapatkan haknya sesuai dengan Undang-Undang No 13 tahun 2003 pasal 35 ayat (3) tentang ketenagakerjaan yang berbunyi : ” Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja”. Tidak adanya jaminan kesehatan pengawas Pemilu di tingkat kecamatan dan TPS dirasa telah mengesampingkan nilai kemanusiaan, sehingga banyak Pengawas yang sakit bahkan sampai meninggal dunia.
Selain itu, besarnya Pengorbanan dan tugas yang diemban, nampaknya tidak sebanding dengan honorarium yang didapat. Semoga saja hal-hal tersebut menjadi bahan pertimbangan bersama untuk pelaksanaan Pemilu mendatang.
Terlepas dari itu semua, kita harus mengapresiasi kinerja yang telah dilakukan penyelenggara pemilu dalam mensukseskan Pemilu kali ini. Pemilu serentak kali ini tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Salah satu kelebihannya yaitu memperkecil APBN untuk terselenggaranya Pemilu sedangkan salah satu kekurangannya yaitu lebih terfokusnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dibandingkan dengan Pemilihan Legislatif, sehingga menjadi tidak berimbang.
Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi setelah terselenggaranya Pemilu serantak kemarin, harapannya agar untuk pemilu selanjutnya bisa lebih baik lagi dari yang sekarang. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain :
- Memperketat perekrutan penyelenggara teknis Pemilu 2019 tingkat paling dasar yaitu KPPS dan Pengawas TPS benar-benar harus diperhatikan. Aspek yang menjadi penilaiannya yaitu Kapasitas, Kapabilitas dan Integritas tidak boleh dikesampingkan. Hal ini menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisir adanya korban jiwa, seperti Pemilu serentak tahun 2019 ini.
- Kurangnya motivasi Penyelenggara Pemilu setingkat lebih tinggi dari Penyelenggara teknis kepada KPPS dan PTPS sebelum menjalankan tugas dan tanggung jawabnya yang tidak semudah pemilu sebelumnya, membuat kesiapan mental dari para penyelenggara teknis pemilu belum matang. Kesiapan mental yang sudah matang, akan membuat penyelenggara teknis ini siap menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilu.
sehingga ada rasa ketidaksiapan KPPS dan PTPS dalam menjalankan tugasnya. - Memastikan dan menjamin kesehatan KPPS dan PTPS selama menjalankan tugasnya. Mereka berhak mendapatkan fasilitas tersebut untuk menunjang terselenggaranya pemilu dengan aman dan lancar sesuai yang dicita-citakan.
- Dana operasional yang didapatkan KPPS dan PTPS seharusnya lebih besar dari Pemilu tahun sebelumnya. Mengingat tanggungjawab yang diemban dalam pemilu tahun ini semakin besar dibayar dengan bayaran yang sama, tentu tidak manusiawi, karena kewajiban yang dilakukan tidak sebanding dengan hak yang didapatkan.
Demikian hal yang dapat saya sampaikan, maksud dan tujuannya dari penulisan opini ini sebagai kritik dan masukan kepada para penyelenggara Pemilihan Umum, agar penyelenggaraan pemilu selanjutnya terlaksana dengan baik dan diharapakan dapat mengambil hikmah dari semua peristiwa yang telah terjadi agar menjadi suatu pelajaran berharga yang dapat di petik sebagai evaluasi bersama.
Sekian, terima Kasih.
Penulis
Azmi Nidaurrakhmah, SH
Staff Penyelesaian Sengketa Bawaslu Purbalingga