Lompat ke isi utama

Berita

Episode 57, Kopi Bangga Angkat Tema “Membangun Partisipasi Masyarakat Dalam Mencegah Politik Uang”

Purbalingga, 8 Oktober 2021 Bawaslu Kabupaten Purbalingga kembali menyelenggarakan Kopi Bangga Edisi ke-57 yang kali ini dikemas dalam bentuk Webinar yang dilaksanakan secara live dari Aula Kantor Bawaslu Kab.Purbalingga via aplikasi Zoom Meeting dan platform media sosial facebook dan Instagram.
Dalam sambutannya Imam Nurhakim selaku Ketua Bawaslu Purbalingga menyampaikan harapannya agar masyarakat bisa menggunakan webinar tersebut sebagai sarana untuk mengutarakan gagasan dan idenya terkait pembangunan partisipasi masyarakat dalam mencegah politik uang khususnya dan demokrasi kedepan pada umumnya, sehingga pembangunan demokrasi kedepan akan semakin baik, ujar beliau.
Dalam paparannya Sri Wahyu Ananingsih (Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah) selaku pemantik diskusi menyampaikan bahwa membangun partisipasi publik dalam pengawasan Pemilu merupakan keharusan yang perlu segera direalisasikan, hal itu agar fungsi pengawasan Pemilu dan Pemilihan serentak tahun 2024 mendatang bisa lebih efektif mengingat objek yang perlu diawasi akan sangat banyak, tutur beliau.
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa ekosistem masyarakat yang telah terbentuk pengawasan partisipatifnya, maka kualitas demokrasi di daerah tersebut secara signifikan akan mengalami peningkatan kualitas, sebut saja misalnya salah satu daerah yang ada diluar pulau Jawa sana, ada sebuah kampung yang setiap teras rumahnya terdapat kenthongan yang siap dipukul ketika ada calon pelaku money politic hendak melakukan aksinya kepada salah satu warga, maka pemilik rumah akan memukul kenthongan tersebut seraya diikuti tetangganya sebagai penanda akan terjadi money politic, maka para pelaku money politic pun akan segera pergi dan mengurungkan niatnya. Dengan cara demikian, maka sejatinya masyarakat telah turut serta membangun demokrasi yang lebih baik, terang beliau.
Ahmad sabik (Peneliti dan Dosen Ilmu Politik Unsoed) selaku pemateri tunggal dalam webinar tersebut menyatakan bahwa praktik money politik sebagai salah satu jenis politik kotor tidak akan pernah mati/hilang selagi masyarakat masih mau menerima uang panas tersebut, hal itu lantaran ekosistem simbiosis mutualisme antara pemilik suara dan pencari suara masih ada.selain faktor itu, celah hukum dalam penanganan tindak pidana politik uang juga masih selalu ada, sehingga celah tersebut menjadi peluang tersendiri untuk dimanfaatkan oleh para oknum.
Lebih lanjut beliau menuturkan bahwa jenis tindak pidana politik uang (money politic) di negara kita menempati urutan ke-3 (tiga) setelah Uganda dan Benin, hal itu menunjukan bahwa kualitas demokrasi negara kita masih rendah. Selain itu beliau juga menampilkan data dugaan pelanggaran politik uang yang dirilis oleh Bawaslu RI pada Pemilihan serentak tahun 2020 lalu sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kasus dugaan pelanggaran. Hal itu menjadi indikasi sekaligus konfirmasi bahwa politik uang masih sangat massif ditengah masyarakat kita.
Dalam webinar tersebut, pemateri menyampaikan gagasannya agar pelaku tindak pidana politik uang seharusnya dinistakan oleh masyarakat, hal itu sebagaimana hasil bahtsul masail PCNU Sumenep yang menyimpulkan bahwa money politic itu sama dengan Riswah (korupsi). Oleh sebab itu pelaku money politic sangat pantas di kucilkan dan dinistakan ditengah masyarakat, pungkas beliau.

Tag
Berita