Ahmad Sabiq: Bawaslu Harus Perkuat Netralitas dan Efektivitas Pengawasan Pemilu
|
Purbalingga – Anggota Tim Pemeriksa Daerah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (TPD DKPP), Ahmad Sabiq, menyoroti tantangan kelembagaan Bawaslu dalam menjalankan fungsi pengawasan Pemilu di Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu Bersama Mitra Kerja yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Purbalingga di Braling Grand Hotel, Rabu (3/9/2025).
Menurut Sabiq, secara kelembagaan Bawaslu sudah kuat karena berdiri sebagai badan otonom. Namun, masih terdapat kendala dalam penegakan hukum, khususnya terkait praktik politik uang. Regulasi yang belum memadai dinilai menjadi celah hukum sehingga banyak pelanggaran tidak dapat diproses secara tuntas.
“Bawaslu secara normatif adalah lembaga yang kuat, tetapi dalam praktik, banyak kewenangannya yang belum berjalan efektif, terutama dalam penanganan politik uang. Ini karena celah hukum masih terbuka lebar,” jelasnya.
Sabiq juga membandingkan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dengan negara lain. Jika di luar negeri Pemilu umumnya dikelola pemerintah, di Indonesia justru dilaksanakan oleh lembaga independen. Independensi ini penting agar penyelenggara bersikap netral, namun di sisi lain menimbulkan keterbatasan dalam mengakses data penting dari pemerintah, seperti data kependudukan.
“Paradoksnya, lembaga independen di satu sisi menjaga jarak dari pemerintah, tetapi di sisi lain justru terhambat dalam akses terhadap data yang vital. Akibatnya, kinerja kelembagaan tidak sekuat yang diharapkan,” ujarnya.
Ia menyoroti pula fenomena decoupling atau kesenjangan antara aturan formal dan praktik di lapangan. Meski banyak regulasi dan standar pelayanan elektoral sudah tersedia, seperti aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan hak pindah memilih, implementasinya dinilai belum optimal.
Selain itu, Sabiq menilai inovasi penyelenggara Pemilu, seperti aplikasi SIREKAP, belum sepenuhnya efektif karena masih menyisakan celah kerentanan. “Jika sistem masih memungkinkan manipulasi, maka kepercayaan publik akan terus dipertaruhkan,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa demokrasi bukan hanya soal bentuk formal kelembagaan, melainkan juga menyangkut logika, kultur, dan integritas lembaga itu sendiri. Karena itu, kehadiran tiga lembaga penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) diharapkan mampu mendorong penyelenggaraan Pemilu yang profesional, akuntabel, dan berintegritas.
“Peran DKPP menjadi penting karena KPU dan Bawaslu bisa saja melakukan pelanggaran kode etik. Dengan adanya DKPP, integritas penyelenggara tetap terjaga, sehingga profesionalisme dan kepercayaan publik dapat dipelihara,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Indaru, narasumber lain, menambahkan pentingnya strategi komunikasi Bawaslu dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, terutama generasi muda dan perempuan. Menurutnya, bahasa yang digunakan dalam sosialisasi harus lebih sederhana dan sesuai dengan gaya komunikasi generasi digital.
“Pemilih Gen Z adalah penentu arah bangsa. Mereka butuh informasi yang disampaikan dengan bahasa mereka, agar mudah diterima. Begitu pula dengan segmen perempuan, yang jumlahnya sangat signifikan, tetapi sering belum tersentuh dalam sosialisasi,” katanya.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi momentum refleksi untuk memperkuat desain kelembagaan Bawaslu bersama mitra strategisnya, sehingga Pemilu mendatang dapat berlangsung lebih inklusif, partisipatif, dan terpercaya.
Penulis : Rose Herni Lukikasari
Fotografer : Eko Darmawan Muji Saputro